- Back to Home »
- Cerita Pendek »
- Cinta Halal - Part 1
Posted by : Falin Nurul
Senin, 09 September 2019
Datanglah hari ini, hari yang
sudah ku nanti sejak aku mengenal kamu yang kebaikan-nya tak dapat kutuliskan
apalagi kugambarkan. Kamu yang tanpa imbalan hadir begitu saja, menemani,
mewarnai dan tak perna meninggalkan meski aku sedang dalam keadaan yang konyol,
marah bahkan menangis tak henti-henti.
Hari ini cinta darimu itu
datang menyambut diri-ku, membuat aku merasa menjadi orang yang paling bahagia
di dunia ini. Aku bersyukur karena kamu-lah yang hadir di hidupku, aku
bersyukur karena kamu-lah yang mencintaiku, aku bersyukur karena kamu-lah
orangnya.
Tentang cerita kamu dan aku di
masa lalu masing-masing, biarlah itu menjadi pembelajaran untuk kita di masa
ini dan masa depan. Tentang perjalanan panjang dan perjuangan yang sudah kita
lalui bersama pada hubungan ini teruslah mengenangnya, agar kita tetap saling
menjaga cinta yang saat ini sudah halal dihadapannya.
Siapa yang sangka kamu si
partner mengajarku saat itu, menjadi partner hidup saat ini. Aku ingat saat
itu, kesan pertama yang kamu sampaikan kepadaku 'Galak banget si kak', saat aku
menelpon adikku untuk menjemputku. Nama-mu pun tidak sengaja aku ubah saat aku
memperkenalkan diri dan memperkanlkan kamu ke mahasiswa saat kelas pertemuan
pertama kita, hahaha sok taunya aku ini.
Tentang kesan ku pada pertemuan
pertama kita saat itu, ku anggap kamu hanya sebatas partner mengajar sama
seperti partner lainnya, sungguh no heart feeling.
Sebelum kehadiran-mu pada waktu
itu aku memiliki hati yang tengah ku jaga. Saat itu aku adalah assistant lab
senior karena telah bergabung lebih awal satu semester daripada kamu (bukan
senioritas ya). Kamu banyak bertanya tentang sistem assistant, hingga tanpa
basa basi memintaku untuk menemani-mu keluar parkir bersama agar bisa bebas
biaya parkir gratis 'hahaha memanfaatkan fasilitas'. Namun sudah ku katakan
diawal paragraf ini, saat itu ada hati yang tengah ku jaga. Aku sengaja menahan
kita pulang lebih lama, agar hati sedang ku jaga itu tidak mengetahui aku
menemanimu. Tapi aku lupa, aku punya janji pada hati yang sedang ku jaga,
ternyata ia menungguku, tapi aku tetap memenami-mu karena aku sudah
meng-iya-kannya padamu.
Malam itu berlalu, 1 chat
darimu masuk kedalam pesan di Line-ku. Chatnya singkat, hanya sekedar stiker,
yang kemudian aku balas dengan stiker dan tanpa balasan darimu. Satu minggu
berlalu, kita tak sengaja bertemu di musolah ruang dosen. Perdebatan pertama
kita dimulai, eh tidak itu perdebatan kedua kita. Perdebatan pertama kita
adalah saat perkenalan pertama di depan kelas, aku yang dengan so taunya
memberikan nama panggilan baru untukmu.
Perdebatan kedua kita dimulai
dari kepo-nya kamu, saat kita sedang ingin sholat magrib. Kamu bilang 'Ka Senja,
kok chat aku gak di bales', aku yang merasa membalasnya pun bingung dan berkata
'Lho aku bales kok kak, kak Fajar yang gak bales-kan'. Lanjutlah perdebatan
kita yang merasa saling benar, hingga aku merasa malu, karena stiker yang ku
kirimkan ternyata sudah kadaluasa. Jadi chat stiker balesan-ku tidak masuk
kedalam line-mu, itu tidak sepenuhnya salahku kan. Ahmad menjadi saksi
perdebatan kecil kita saat itu.
Malam itu kita mengajar bersama
lagi kelas pertemuan kedua, dan selesai mengajar kamu memintaku (lagi) untuk
menemani mu keluar, katamu agar ada yang menjaga-ku hingga aku di jemput.
Sejak saat itu kamu aktif chat
aku, kamu awalnya menggunakan line, tetapi aku lebih aktif menggunakan BBM dan
Whatsapp. Chat stiker kita tersimpan di line, dan kamu kembali mulai dengan
chat baru di whatsapp-ku. Kamu yang merasa 1 tahun lebih muda dari-ku meminta
ku untuk tidak memanggimu kak.
Ohiya, aku belum menjelaskan
kanapa kita menggunakan kak dalam setiap percakapan, karena itu adalah tradisi
untuk para assistant lab saat sedang mengajar.
Kamu mulai mendekati-ku dengan
tingkah dan kesepakatan recehmu itu, kesepakatannya adalah kita tidak boleh
manggil kak jika sudah selesai jam mengajar, jika di luar kelas ada yang
manggil ‘kak’ maka harus meneraktir ice cream. Dan aku meng-iya-kan
permintaanmu itu walaupun awalnya tidak mau, karena berujung aku yang menjadi
sering meneraktir-mu ice cream.
Pertemuan kita yang seminggu
sekali itu ternyata bertambah, hari selasa kita mengajar di kelas yang berbeda
namun bersebelahan dan di waktu yang sama. Kamu selalu tiba lebih awal dan
menungguku melewati kelasmu hanya untuk sekedar menyapaku, aku tersenyum.
Kita semakin dekat, kamu tidak
lagi menungguku untuk di jemput pulang. Kali itu, kamu meminta aku mengizinkan-mu
untuk mengatar aku pulang setiap hari rabu, saat selesai kita mengajar bersama.
Saat itu tidak ada yang berubah untuk-ku, kamu tetaplah partner mengajarku dan
aku tetap menjaga hati yang sedang ku jaga itu. Namun aku sadar kedekatan kita
saat itu menyebabkan aku semakin menjarak dengan hati yang sedang ku jaga.
Siapa
yang mampu mengontrol hati?
Aku tak bisa meninggalkan hati
yang ku jaga, ia begitu baik padaku dan aku memiliki perasaan padanya. Ia
membantu-ku menyelesaikan tugas akhirku, memberikan tempat untuk aku bisa riset
di tengah aktifitas yang sedang aku jalani, aku seperti bergantung padanya saat
itu. Sampai posisi itu akhirnya tergantikan oleh mu, entah karena usahamu yang
begitu keras mendekatiku, atau aku yang mudah terbawa oleh-mu.
Teman kampusku Dinda yang
magang di bagian marketing menanyakan pada-ku tentang-mu, katanya ‘Senja itu
ada Asdos baru ya, nama nya siapa sih, kok ganteng ya kaya orang korea, kenalin
dong yayaya’ hahaha begitulah si pecinta korea. Aku tau saat itu Dinda suka
kamu, berharap untuk mengenal kamu. Kemudian aku bilang hal itu ke kamu dan
berniat mengenalkan kalian, kalian sih udah kenalan. Tapi malah kita yang semaking
saling mengenal.
Saat itu tak hanya kamu dan
hati yang sedang ku jaga yang dekat dengan ku, Masih ada Ghani mahasiswa kelas
malam dan Massa kaka kelas SMA ku yang saat itu berusaha mendekati-ku.
Bagaimana
perasaan ku?
Tetap untuk hati yang ku jaga.
Chat
kita semakin padat dan rutin, kedekatan kita mulai asik. Sampai di suatu moment aku
sedang berjalan ke kelas melewati perpustakaan, aku melihatmu. Aku sudah
melewatinya, melewati perpustakaan. Namun aku tiba-tiba mundur, aku berjalan
mundur untuk kembali melihat apa itu benar kamu atau hanya bayangan aku. Konyolnya,
kamu pun berjalan kearah yang sama menghampiriku. Kita PA-PAS-an di depan pintu
perpustakaan, teman-teman mu pun memertawakan tingkah kita, iya saat itu kamu
sedang di perpustakaan bersama teman-temanmu. Saat itu seperti ada magnet yang
menarik kita untuk saling bertatap, semesta seperti tak ikhlas jika kita hanya
saling melewatkan. Gugupnya kita saat itu sangat lucu, dan aku selalu mengingat
moment itu.
Aku
seperti mulai menyukai deketan kita.
Kamu tak hanya mendekatiku,
kamu mendekati orang tuaku bahkan kedua adikku. Adik-ku yang paling ganteng itu
biasanya galak banget sama teman cowo yang suka main kerumah, entah dia jadi marah-marah,
atau bahkan pernah ada yang di pukul-pukul pake sapu. Tapi sama kamu? Adik
ganteng-ku itu baik banget, bahkan sama hati yang tengah ku jaga itu adik-ku pernah
mukul motornya buat nyuruh pulang.
Aku
mulai manaruh hati padamu,
disaat itu masih ada dia yang hatinya ku jaga. Lalu muncul notifikasi di layar
handphone-ku ada request pertemanan baru di Instagram-ku, aku liat profilnya
following with kamu. Aku menanyakan tentang dia, katamu jangan di terima, ku
tanya kenapa, kamu hanya bilang ‘jangan terima aja, nanti malah bikin
berantakan’. Aku penasaran, aku menerima requestnya, ternyata ia mantanmu. Dia juga
nge-add line aku, kemudian mulai ngechat aku (hehe sepertinya dia stalking
kita) karena update-an status mu di line aku komen.
Dia bilang pada-ku waktu itu,
“Gpp saat ini lo yang ada di samping Fajar, tapi gue punya kekuatan doa”,
katanya kekuatan doa lebih kuat dari kebersamaan kita. Aku tersenyum dan
membalasnya “Berdoa berdua dan saling mendoakan itu jauh lebih kuat, di
banding-kan doa sendirian”. Jujur balasan chat itu adalah saran dari sahabat-ku
tersayang Aisya, sambil kami menertawainya.
Kemudian aku tahu dari-mu,
bahwa dia setiap hari ‘pagi-siang-sore-malam’ aktif chat kamu di sms karena
linenya kamu blokir. Chatnya panjang, berisikan kata-kata indah yang menunjukan
perhatian pada-mu, merayu-mu untuk kembali padanya dan cerita-cerita tentang
kenangan yang sedang dia usahakan untuk menarik-mu lagi. Kamu sempat membalas
pesannya sesekali dan mengatakan padanya untuk tidak mengganggu-mu.
Tapi aku katakana padamu bahwa, sebaik-baiknya sikap kita terhadap
pengganggu adalah dengan tidak sama sekali menghiraukannya.
Aku sempat mempunyai pengalaman
di ganggu oleh seseorang dari masalalu-ku juga, bahkan gangguannya pernah
sangat kejam. Dari yang awalnya mengatakan rindu, ingin kembali padaku, hingga
menghina ku dan menyumpahi aku. Sudah pernah ku alami, tapi aku tak pernah
menghiraukannya. Karena aku tau, ketika aku membalas satu saja pesan darinya
maka aku sudah merusak prinsip dan pertahananku.
Dia lelaki dan dia perempuan
dari masa lalumu dan masa laluku tak perna menjadi sesuatu yang penting untuk
kita. Kita tetap berjalan hingga akhirnya si pengganggu itu dapat berhenti
dengan sendirinya. Saat itu kamu juga tahu bahwa aku di dekati oleh pria lain.
Itu juga tidak menjadi penganggu untuk kita.
Kita beriringan layaknya teman
dekat, aku sudah mulai menyadari hatiku, dan perasaanku untuk hati yang ku jaga
kini mulai berkurang. Aku menjadi lebih dekat dengan mu dan semakin menjarak
dengan-nya, meski sesekali aku masih bertemu dengan hati yang ku jaga untuk
menyelesaikan tugas akhir-ku tanpa sepengetahuan kamu. Kita tidak terikat
status yang tidak jelas.
Sampai disuatu waktu kamu mencoba
mengikuti hobi-ku untuk nanjak (bukan nanjak naik gunung), tapi nanjak untuk
menikmati air terjun. Ini kali pertama katanya kamu pergi ke curug dengan
posisi kamu yang membawa motor. Aku mungkin sudah beberapa kali ke curug, dan biasanya
aku touring bersama tim adventure, geng rempong atau bersama teman sekelasnya
hati yang tengah ku jaga, selalu di bonceng dan tidak tahu jalan. Aku pernah
menjadi pemimpin jalan touring saat bersama dengan hati yang ku jaga, namun dia
yang mengetahui jalan, aku hanya di bonceng dan menikmati perjalanan.
Ternyata kamu belum pernah
pergi ke curug di Bogor, katamu waktu di bonceng itu kamu di Yogya. Kecewa
pertama ku terhadapmu, kamu terlambat menjemputku untuk ke curug. Kita berangkat
cukup siang dan sejujurnya aku sudah tidak berminat untuk pergi, namun kita
tetap berangkat. Bermodalkan Maps kita jalan aja gitu, berhenti sholat zuhur di
masjid Munawarah Sentul dan membeli makan siang nasi padang untuk bekal. Dari
sentul kita lanjut nanjak mengikuti jalan, namun karena tanjakan tinggi yang
mungkin belum pernah kamu lewatin, kita terjatuh.
Kita masih baik-baik saja, aku
masih mau di hubungi olehmu. Lusa-nya kamu kembali ke rumahku, mengajak-ku dan
kedua adik-ku pergi makan keluar. Kemudian ada satu hal yang sangat mengejutkan
baru ku ketahui, aku tak bisa menerimanya. Dan kesan ku saat itu, sangat turun
drastis terhadapmu. Aku memilih untuk menjauhimu, dan aku memintamu menjauhiku.
Kamu tanya kenapa, aku tak dapat menjelaskannya. Aku berusaha menghidarimu.
Sayangnya pertemuan kita setiap
hari rabu tak bisa untuk aku hindari, aku tak bisa menukar jadwal mengajar
untuk menggantikan aku. Aku masih tetap mengajar untuk menyelesaikan amanat
yang sebelumnya aku terima. Kamu yang masih bertanya-tanya terus mendesakku.
Hingga saat adik-ku terlambat datang, kamu memaksa-ku untuk mengizinkan kamu
kembali mengantarku pulang. Aku menolak dan langsung naik angkutan umum.
Ternyata kamu mengikutiku. Katamu,
kamu ingin memastikan aku tetap baik-baik saja sampai ke rumah. Aku terhenti
dan akhirnya memberitahu-mu alasan kekecewaanku. Aku sadar betul perkataanku
saat itu sangat menyakitkan untuk kamu. Kesalahan-mu memang tidak fatal, namun
aku tidak bisa lagi menerimanya. Aku Trauma.
Malam itu, kamu sudah
mengetahui bagaimana kecewa-ku dan bisa menerima itu. Kemudian kita menjarak sesuai dengan permintaanku.
Lalu bagaimana bisa
kini kita menjadi sepasang?
Pertanyaan itu
kembali aku tanyakan, siapa yang bisa mengontrol
hati? Bahkan meski kecewa-mu saat itu kamu rasa tak dapat di obati. Ternyata
Allah menakdirkan yang terbaik untuk hamba-nya, menjauhkan yang tidak senada,
mendekatkan dengan yang paling seirama. Kelanjutan cerita ini menjadi tulisan
menarik yang akan aku kembangkan, beriringan dengan langkah kaki kita bersama.